Senin, 24 Januari 2011

Kekuatan tanpa kekerasan

Berikut ini adalah kisah Dr. Arun Gandhi ketika remaja. Ia adalah cucu dari Mahatma Gandhi seorang tokoh terkenal dari India.
Ketika itu ia baru berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakeknya. Tepatnya di tengah-tengah kebun tebu, jauh di pedalaman, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Bila ada kesempatan pergi ke kota, ia  sangat senang sekali. Karena kesempatan seperti itu adalah kesempatan yang langka, ia akan menggunakan kesempatan itu  untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.
Suatu hari, sang ayah memintanya mengantarnya ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Ia sangat gembira dengan kesempatan itu. Mengetahui hal itu, sang ibu memberikan daftar belanja dan memintanya berbelanja barang kebutuhan. Sang ayah juga memintanya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, sang ayah berkata, “Ayah tunggu kau disini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.”
Segera saja Ia menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh ayah dan ibunya. Kemudian, ia pergi ke bioskop. Wah, ia benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu.
Begitu melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung ia berlari menunju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput sang ayah yang sudah menunggunya. Saat itu sudah hampir pukul 18:00.
Dengan gelisah sang ayah menanyainya, “Kenapa kau terlambat?”
Ia sangat malu untuk mengakui bahwa ia menonton film John Wayne sehingga ia menjawab, “Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.” Padahal, ternyata tanpa sepengetahuannya, sang ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Dan, kini ayah tahu kalau ia berbohong.
Lalu sang ayah berkata, “Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik.”
Lalu, dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, sang ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Ia tidak bisa meninggalkan ayahnya, maka selama lima setengah jam, ia mengendarai mobil pelan-pelan di belakang ayahnya, melihat penderitaan yang dialami oleh sang ayah hanya karena kebohongan bodoh yang ia lakukan.
Sejak itu ia tidak akan pernah berbohong lagi.
“Sering kali ia berpikir mengenai peristiwa ini dan merasa heran. Seandainya sang Ayah menghukumnya sebagaimana orang-orang kebanyakan menghukum anak-anaknya, maka apakah ia akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Ia kira tidak. Ia akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga ia merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa kekerasan.”

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan meninggalkan komentar, kritik ataupun saran anda disini dengan sopan.. Terima Kasih atas kunjungan anda..